Rabu, 16 Juni 2010

Sedikit Cerita dari Depok

Kembali saya ingin membagikan pengalaman saya selama di Jakarta kepada kawan-kawan sekalian. Setelah sebelumnya saya bercerita sedikit tentang kerja sama yang dilakukan pekerja pembangunan dermaga di Tanjung Priok. Sekarang saya ingin berbagi sedikit pengalamanku di acara pasta malua (naik sidi) adik sepupuku/ito. Dalam agama kristen, ada suatu waktu di dalam hidup manusia yang dinamakan naik sidi, yaitu sakramen yang diterima oleh anak yang telah dianggap dewasa secara rohani. Hal ini ditandai dengan telah diterimanya manna/roti tanpa ragi dan anggur.

Acaranya berlangsung di rumah keluarga bapak tua (abang dari bapak) saya di kota Depok. Acara dirancang tidak terlalu mewah hanya dengan memberi upa-upa/jambar, makan bersama, mandok hata, dan hiburan bernyanyi berjoget bersama.

Selama persiapan acara, terlihat orang-orang sibuk mempersiapkan acara termasuk saya yang membantu mempersiapkan makanan. Setelah agak lelah saya pun beristirahat sejenak. Setelah beristirahat sejenak, saya kembali berniat membantu orang-orang yang sedang bekerja di sana. Tetapi kakakku tiba-tiba ngomong, kita ini enak ya, gak usah ikutan kerja. Marhusip itu kan kerjaan pihak boru.

Ternyata setelah kutanya, orang yang membantu acara/marhusip dalam acara itu adalah pihak boru. Sedangkan saya adalah pihak dongan tubu, karena tuan rumah acara ini adalah abang dari bapak saya. Seketika saya langsung teringat dengan falsafah hidup orang batak, yaitu dalihan na tolu yang saya pelajari di Unit Kesenian Sumatera Utara ITB.

Somba marhula-hula, Manat mardongan tubu, Elek marboru.

Dalam kegiatan-kegiatan yang biasa saya ikuti di kampus, saya sudah terbiasa dengan yang namanya kerjasama. Sampai berbagai lembaga yang saya ikuti mengadakan kaderisasi, latihan kepemimpnan organisasi, dll. Tujuannya untuk mempersiapakan manusia yang siap bekerjasama di setiap waktu dan tempat. Bahkan di saat acara lapangan kaderisasi di ITB, yang dikenal keras. Tapi dalam acara adat, sedikit bebeda. Ada saatnya kita melayani. Ada saatnya dilayani.

Hahahah....

Oh iya, masih di kesempatan yang sama , saya juga sempat ngobrol dengan abang sepupu saya. Dia adalah anak dari inang boru saya (kakak dari bapak saya). Abang saya ini kebetulan bekerja di bidang entertainment, tepatnya di SCTV. Pada suatu ketika, abang saya pergi ke Balige untuk mengikuti pesta ulang tahun opung TB Silalahi. Di acara ulang tahun ini rencananya akan diadakan lomba kesenian dan kebudayaan batak toba. Seperti lomba bermain taganing/gondang, sulim, bernyanyi dll.

Nah, abang saya kebetulan tertarik untuk meliput peserta yang masih kecil yang hendak memperagakan mangandung .Yaitu seni menyanyi sambil terisak-isak. Yang biasa melakukan ini adalah orangtua. Tetapi, ini yang menarik yaitu ketika seorang anak kecil memperagakan hal ini. Abang saya pun tidak hanya meliput hal ini, tetapi menyajikannya dalam bentuk video dokumenter dengan efek pencahayaan yang baik, dan efek2 lainnya.

Alhasil, karya dokumenter abang saya ini menarik hati opung TB Silalahi, beliau menangis ketika menyaksikan video tersebut. Opung TB Silalahi lalu meminta abang saya untuk memperbanyak video ini, dan memberikan sedikit hadiah. Agar dapat membagikannya kepada orang-orang lain.

Di pembicaraan yang singkat itu, abang saya bilang kalau kita harus bisa menyajikan budaya dengan menarik agar orang berkenan mengapresiasi. Lalu berkenan melestarikannya.

Hahahah...
Mantap Bang..

Sungguh indah budayaku..
Untuk itu mari kita lestarikan, agar bisa tetap ada sampai anak cucu kita..
Kuderapkan langkah bersatu, menuju cita mulia..

1 komentar:

  1. UNYUU bgt abang :)
    dr judul aja uda mnarik, rangkaian tulisannya jg bagus, bisalha mrangkap jurnalis
    hhee

    BalasHapus